Home » , , , » Membangun Negeri dengan “1000 satu Issu”

Membangun Negeri dengan “1000 satu Issu”

Written By Unknown on 14.5.11 | 14.5.11


Ust.Rasyid, A.Md
Usia NKRI sudah tidak muda lagi, yang berarti telah banyak menempuh perjalanan panjang, jatuh-bangun dan sederetan kisah mewarnai wajah NKRI hingga saat ini. Gerak laju pembangunan bangsa hadir dengan berbagai wajah baik dengan wajah yang penuh harapan, maupun dengan wajah duka dan nestapa. Prestasi yang diraih, pengakuan dunia Internasional dan sejumlah capaian-capaian pembangunan seolah tertutupi dengan fenomena kontemporer seperti kemiskinan yang akut, terorisme berkepanjangan dan kepastian hukum yang tidak berujung.

Jika mencermati semua hal di atas, maka akan terbetik dalam fikiran bahwa sudah menjadi konsekuensi sebuah bangsa dan negara berkembang untuk senantiasa mendapat perlakuan yang nyeleneh, pesimistik, oportunistik dan segudang –isme- lainya, sehingga dengan hal ini banyak yang berpendapat bahwa NKRI akan semakin dewasa dan maju, namun dari spekulasi asumsi tersebut benarkah kedewasaan negara akan dapat terwujud dengan segudang wajah konflik interest ? ataukah kemajuan sebuah bangsa harus selalu melalui jalan panjang dari ketidak-beraturan, kesimpang siuran aturan, dan benturan ideologis yang tidak pernah surut?

Banyak hal yang patut dicermati untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, yaitu :

·         Pertama menemukan sentrum informasi yang menjadi penyebab terjadinya benturan-benturan,
·         Kedua bahwa dalam konteks negara dan bangsa tidak ada yang terjadi secara tiba-tiba atau tanpa ada akar dan aktor dibalik setiap kejadian, dan yang
·         Ketiga bahwa kondisi global sangat mempengaruhi kondisi internal sebuah bangsa dan negara.

Dari ketiga hal ini akan menjadi langkah awal guna mengurai satu demi satu benang kusut yang melilit wajah NKRI.

Peran Media dalam Pengelolaan Issu

Hampir dapat dipastikan bahwa media sangat memegang peran yang sangat penting di dalam pengelolaan issu baik sebagai sumber issu maupun sebagai penyebar issu, hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu : Pertama perkembangan teknologi informasi yang menjadi alat yang sangat produktif, dan yang Kedua terjaminya kebebasan pers/media dalam konstitusi.

Untuk konteks perkembangan teknologi Informasi, maka sudah menjadi hal yang sangat sulit dihindari karena sudah merupakan konsekuensi dari perkembangan teknologi secara umum, namun demikian yang patut diperhatikan adalah bahwa teknologi informasi sebagai “alat” tidak pernah berdiri sendiri atau bebas nilai, melainkan menjadi alat yang sangat ampuh untuk digunakan sebagai lokomotif penggerak Interest-kognitif tertentu. Artinya bahwa siapapun yang sanggup mengelola dan menguasai teknologi Informasi dengan semua cabang-cabangnya maka apapun keinginan dan kehendaknya dapat dicapai. Mengapa demikian?

Dalam analisis media, terkadang yang selalu sulit untuk dihindari (meskipun klaim media berupaya untuk selalu obyektif) adalah perpaduan antara antara fakta, opini dan emosi. Terkadang Fakta dalam pengungkapan tidaklah selalu “bersih” dari pengaruh opini dan emosi. Opini dan emosi tersebut sangat mungkin berkolaborasi dalam menafsirkan sebuah fakta yang terjadi, sehingga akhirnya klaim pemberitaan yang muncul adalah Obyektivikasi fakta (mengobyektifkan sesuatu yang belum tentu obyektif).

Mengapa kecurigaan ini begitu besar? Faktor pertama adalah tekanan persaingan dalam struktur industri media (yang diwujudkan melalui TV rating, dan sebagainya), struktur produksi berita dalam organisasi media (yang antara lain menekankan standar newsworthiness tertentu) dan sebagainya. Artinya dengan kemajuan Industrialisasi media, maka faktor Issu menjadi hal yang sangat laku dan menarik untuk selalu ditampilkan, apalagi yang berhubungan dengan kekuasaan dan politik (contoh : pemberitaan sejumlah media yang bertubi-tubi menyerang elit politik tertentu). Faktor Kedua adalah pemanfaatan tingkat kesadaran (emosi) masyarakat yang sangat peka terhadap simbol-simbol tertentu (terkhusus simbolisasi agama, partai, suku dan bangsa), dimana media menampilkan realitas simbolik tertentu sangat mempengaruhi subyektifitas masyarakat yang menyaksikan, seperti misalnya : pemberitaan terhadap simbol penistaan agama maka serta merta mempengaruhi secara langsung subyektifitas masyarakat, pemberitaan kasus-kasus yang melilit elit politik tertentu akan sangat mempengaruhi elektablitias politik tertentu.

Oleh karena itu, melihat fenomena ini maka selayaknya masyarakat umum menyadari bahwa Obyektivikasi fakta yang ditampilkan oleh Media bukanlah satu-satunya alat pembenar dari fakta yang terjadi, melainkan hanya sebagai salah satu bahan untuk melihat fenomena tersebut sebagai referensi faktual yang perlu dikritisi lebih lanjut. Jangan sampai begitu besar harapan masyarakat untuk membangun negerinya dengan potensi sumber daya yang dimiliki, justru terjebak dalam permainan 1000 satu Issu yang tidak akan berujung. Alangkah rugi dan mahalnya negeri jika dibangun dengan 1000 satu Issu, yang justru memperkaya kaum pemilik modal dan menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan. Wallahu ‘alam bhissawab.

Share this article :

Posting Komentar

Masukan komentar di kolom ini. Saran anda sangat bermanfaat.
Hari gini nggak ikut TARBIYAH, Kontak kami segera via email di : pksdonggala@yahoo.co.id atau sms ke (+62852410 71237)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PKS Donggala - Redesigned by PKS Donggala
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger